Aartreya – Belum lama ini, Mahkmah Konstitusi atau MK memutuskan menggratiskan sekolah negeri dan swasta untuk jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP). Putusan soal sekolah gratis itu berlaku di semua daerah se Indonesia yang dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Mei 2025.
Lalu, bagaimana kesiapan Kota Bogor menyikapi putusan MK tersebut? Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Ence Setiawan mengatakan, pihaknya menyambut baik keputusan MK tersebut.
“Tetapi pelaksanaannya menuntut kebijakan yang adaptif dan bertahap. Karena, kalau saat ini, sepertinya Kota Bogor belum siap anggarannya,” kata Ence baru-baru ini.
Politisi PDI Perjuangan ini berujar, diperlukan pemetaan komprehensif berdasarkan klasifikasi historis dan karakteristiknya.
“Saat ini di Kota Bogor ada 72 SD milik swasta. Sementara, dari data tercatat ada 129 SMP di Kota Bogor, Jawa Barat, 20 SMP negeri, dan 108 swasta. Terkait realokasi anggaran pendidikan guna mengakomodasi putusan MK ini, akan dibahas dan tunggu kabar berikutnya,” ucapnya.
Sebagai informasi, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas. MK memutuskan agar pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah negeri dan swasta untuk jenjang SD hingga SMP. Putusan soal sekolah gratis itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Mei 2025.
Melalui putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 itu, MK menyatakan frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Mahkamah mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Kabar yang diterima media online ini, DPR saat ini sedang menyusun Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dengan metode omnibus law, yaitu menggabungkan beberapa undang-undang menjadi satu.
Undang-undang yang akan digabungkan itu meliputi UU Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. (Eko Okta)