SEMANGAT MERDEKA DARI COVID-19

631
Erwin Tanjung

Agustus ini tentu merupakan bulan yang istimewa. Mengingat di bulan tersebut—tepatnya tanggal 17—dirayakan Hari Kemerdekaan bangsa Indonesia. Jika sebelum pandemi Covid-19, tradisi tahunan di banyak daerah merayakan Hari Kemerdekaan, mulai dari RT hingga tingkat nasional digelar berbagai kegiatan. Misalnya, mulai dari renungan, ragam lomba, hingga acara dangdutan. Tapi, dua tahun belakangan, sejak corona mewabah, hal itu diadakan.   

Adalah perlu direnungkan sejenak guna menghadirkan kembali pengorbanan para syuhada. Mereka, dengan jiwa, raga dan darahnya sudah menorehkan tinta emas di sejarah, meski diantaranya ada tak tercatat. Perjuangan para syuhada ini, memang tak cukup tertera di buku sejarah. Dan, mungkin merekapun tidak butuh itu. Tapi, yang diinginkan mereka, generasi penerus, memiliki tanggung jawab membangun, juga memajukan negara dengan bendara kebangaannya, Merah Putih.

Slogan pekik “merdeka atau mati” yang digaungkan para pejuang terdahulu, tentu sarat arti. Jika tak berhasil raih kemerdekaan, maka lebih mati. Itu yang menjadi spirit juang para pahlawan. Melalui renungan, kita perlu bertanya apa yang telah kita berikan kepada negara setelah 76 tahun merdeka?

Setidaknya, di iklim kemerdekaan saat ini, kita harus bersyukur atas nikmat kemerdekaan dan menghargai jasa para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Saatnya sekarang bangkit dari segala macam ujian dan cobaan, seperti saat ini ditengah deraan wabah Covid-19.

Dengan semangat ikhlas, jujur dan sungguh-sungguh, kita perlu bersama-sama bergotong royong memulihkan situasi kondisi yang ada. Kita, harus dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian, meskipun wabah ini masih terus berlangsung di tengah masyarakat.

Saat ini masyarakat telah mampu hidup berdampingan dengan Covid-19 tanpa ada kekhawatiran yang berlebihan. Itu semua berkat kesadaran masyarakat yang selalu memperhatikan protokol kesehatan Covid-19 dalam setiap aktifitas yang dilakukan. Protokol kesehatan, merupakan hal yang wajib diterapkan dengan jaga jarak dengan menghindari kontak langsung, pakai masker dan cuci tangan pakai sabun.

Kita tidak menampik  Covid-19 telah mengubah tatanan sosial kehidupan masyarakat. Menjadi ujian terhadap eksistensi umat manusia untuk bertahan hidup dalam serangan wabah yang belum pasti kapan akan berakhir.

Kondisi masyarakat di tengah Covid-19 diibaratkan seperti sedang terjerambab dalam lembah yang gelap. Hanya ada dua pilihan, apakah masyarakat akan diam mengeluh dalam kegelapan, atau berjuang menyusuri jalan menemukan seberkas cahaya di ujung jalan.  Tapi, ada keyakinan, masyarakat kita adalah masyarakat pejuang. Mengutuk kegelapan bukanlah pilihan, tetapi menyalakan lilin untuk menerangi jalan menuju cahaya penuh harapan adalah keharusan. Terus berjuang agar kesehatan pulih dan ekonomi bangkit.

Mengutip yang disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, merdeka yang dimaksud itu bukan berarti Indonesia dapat lepas seutuhnya dari pandemi Covid-19, akan tetapi dapat hidup berdampingan dan mencapai normal baru demi menuju masyarakat produktif yang aman Covid-19.

Kata Wiku, modal pertama yang harus dipenuhi ‘merdeka dari Covid-19’ yakni soal kepatuhan menerapkan protokol kesehatan. Tidak ada cara yang lebih efektif dan paling mudah dibandingkan patuh memakai masker dan menjaga jarak. Tentunya, pencegahan penularan Covid-19 harus dilakukan secara disiplin dan terus-menerus untuk mencapai kehidupan produktif yang aman Covid-19.

Dan,  sebagai modal kedua yakni penguatan kebijakan dan koordinasi. Intinya, makna mengenai merdeka dari virus SARS-CoV-2 adalah hidup aman di tengah gempuran penularan covid-19. Dan, merdeka bukan diartikan sebagai lepas seutuhnya dari covid-19. Namun, mencapai kehidupan normal baru demi menuju masyarakat produktif yang aman covid-19. (Erwin Tanjung, Aktivis Sosial / Nakes RS Darmais, Jakarta)   

SHARE

KOMENTAR