Bung Karno dan Hari Buruh

284
Suasana Hari Buruh di Tegal Lega Bandung 1Mei 1952

Aartreya - Hari Buruh Internasional atau May Day, setiap tahunnya diperingati pada 1 Mei merupakan momen bersejarah bagi perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tidak sekadar simbol, melainkan hasil dari perjalanan panjang perjuangan hak-hak buruh yang dimulai dari masa kolonial hingga era reformasi.

Menukil metrotvnews.com, peringatan ini menjadi refleksi penting terhadap dinamika perjuangan, represi, hingga pengakuan terhadap hak-hak pekerja di Indonesia.

Peringatan Hari Buruh pada Masa Kolonial Belanda

Melansir Hutrin Kamji di Pusat Studi Hukum dan HAM, Fakultas Syariah IAIN Kediri tahun 2021, penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh bermula dari perjuangan para pekerja di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 yang melakukan mogok massal untuk menuntut pemberlakuan delapan jam kerja per hari.

Pada tahun 1889, dalam konferensi internasional di Paris, ditetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Gerakan ini kemudian menginspirasi para buruh di banyak negara, termasuk Indonesia yang kala itu masih di bawah penjajahan Belanda.

Melansir laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun 2024, peringatan Hari Buruh di Indonesia dimulai pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee. Gagasan ini dipicu oleh kritik terhadap kebijakan kolonial Belanda yang menetapkan harga sewa tanah kaum buruh terlalu murah untuk perkebunan, sementara upah yang diberikan tidak layak.

Kritik tersebut diperkuat oleh tokoh kolonial Adolf Baars yang secara terbuka mengungkapkan ketidakadilan tersebut.

Pada masa ini, Sneevliet dari ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) turut berperan aktif. Ia menulis artikel berjudul "Onze Eerste 1 Mei Viering" (Perayaan Satu Mei Pertama Kita) di surat kabar Het Vrije Woord yang menyampaikan kekecewaannya terhadap pelaksanaan perayaan Hari Buruh di Surabaya karena didominasi oleh orang-orang Belanda.

Peringatan Hari Buruh tahun 1921 juga mencatatkan peran HOS Tjokroaminoto bersama muridnya, Sukarno, yang berpidato dalam pertemuan yang diadakan Sarekat Islam. Pada 1 Mei 1923, Semaun dari Serikat Buruh Kereta Api dan Trem menyerukan aksi mogok kerja untuk menuntut jam kerja yang lebih manusiawi, pembentukan badan arbitrase penyelesaian sengketa, kenaikan gaji, serta larangan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Namun, perjuangan buruh menghadapi tantangan berat. Pada tahun 1927, kolonial Belanda semakin keras menindak gerakan buruh dengan melarang semua bentuk organisasi politik dan serikat pekerja, menyebabkan kegiatan buruh menjadi sangat terbatas.

Kebangkitan Gerakan Buruh Pasca-Kemerdekaan

Pada masa pendudukan Jepang, represi terhadap buruh berlanjut. Pemerintah pendudukan menangkapi semua aktivis gerakan buruh, menyebabkan lumpuhnya gerakan buruh nasional. Melansir detik.com, pada tahun 1946, peringatan Hari Pekerja/Buruh kembali diadakan oleh masyarakat Indonesia, menjadi momen pertama bagi para pekerja/buruh dan rakyat Indonesia untuk merayakannya dalam suasana kemerdekaan yang sepenuhnya didukung dan diselenggarakan oleh pemerintah.

Namun, setelah Indonesia merdeka, perjuangan buruh diakui secara legal. Pada tanggal 1 Mei 1948, antara dua ratus hingga tiga ratus ribu pekerja/buruh, petani, dan warga lainnya berkumpul di alun-alun kota Yogyakarta untuk menghadiri rapat besar. Wakil Presiden dan Jenderal Soedirman turut hadir dalam acara tersebut, yang juga menjadi kesempatan untuk melakukan upacara peletakan batu pertama Tugu Pahlawan. Hari Pekerja/Buruh pada tahun tersebut juga dirayakan di berbagai kota di wilayah Republik.

Tanggal 1 Mei 1948 menjadi penting dalam sejarah perjuangan pekerja/buruh karena pemerintah Soekarno melalui Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948 menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Pekerja/Buruh resmi. Pasal 15 ayat 2 UU tersebut menyatakan bahwa pada hari tersebut, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja, mengakui bahwa 1 Mei adalah kemenangan bagi kaum buruh.

Selama masa pemerintahan Soekarno, peringatan 1 Mei terus diadakan oleh pekerja/buruh di Indonesia. Namun, selama masa pemerintahan Orde Baru, peringatan May Day dianggap subversif karena dikaitkan dengan ideologi komunis.

Sejak saat itu, 1 Mei bukan lagi hari libur untuk memperingati peran pekerja/buruh dalam masyarakat dan ekonomi, tetapi hari itu dihubungkan dengan gerakan komunis yang dilarang setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965. Meskipun demikian, peringatan 1 Mei tetap dirayakan oleh pekerja/buruh di Indonesia, meskipun tidak sebagai hari libur. Perayaan ini melibatkan demonstrasi di berbagai kota.

Penghapusan dan Kebangkitan Kembali di Era Reformasi

Sayangnya, peringatan Hari Buruh sempat dilarang di masa Orde Baru. Aksi-aksi buruh pada 1 Mei dicurigai sebagai kegiatan subversif dan dikaitkan dengan komunisme. Setelah tumbangnya Orde Baru pada 1998, peringatan May Day kembali dihidupkan. Perjuangan buruh mendapatkan penguatan pada masa Presiden BJ Habibie yang meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Ratifikasi ini menjadi tonggak penting dalam memperluas ruang gerak serikat buruh di Indonesia.

Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013.

Hari Buruh 1 Mei 2025 menjadi momentum refleksi panjang atas sejarah perjuangan kelas pekerja di Indonesia. Dari masa kolonial, pendudukan Jepang, kemerdekaan, represi Orde Baru, hingga penguatan perlindungan hak buruh di era reformasi, peringatan ini menunjukkan bahwa hak-hak buruh adalah bagian integral dari perjalanan bangsa menuju keadilan sosial. (*)

 

Sumber : meterotvnews.com/detik.com

SHARE

KOMENTAR