Bandung Lautan Api, Taktik Gerilya Bumi Hangus Melawan Penjajah

3415

Bandung, merupakan salah satu kota yang dikenal dengan kisah heroik mengusir penjajah pra kemerdekaan Republik Indonesia. Sebutan Bandung Lautan Api, bermula saat 24 Maret 1946 sekitar 200 ribu warga bersama para Tentara Republik Indonesia (kini TNI) dan laskar rakyat membakar rumah dan harta bendanya.

Strategi bumi hangus, jadi pilihan masyarakat saat itu yang tak rela kotanya diduduki tentara Sekutu di bawah komando Inggris. Sehari sebelumnya, tentara Inggris mengeluarkan ultimatum menuntut TRI mengosongkan seluruh Kota Bandung dan mundur sejauh 11 kilometer dari pusat kota paling lambat tengah malam 24 Maret 1946.

Dikisahkan dalam dua buku yang ditulis Abdul Haris Nasution, yakni "Sekitar Perang Kemerdekaan" (Jilid 1, 1977) dan "Memenuhi Panggilan Tugas" (Jilid 1, 1982), Kolonel AH Nasution selaku Komandan Divisi III memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Penduduk kota berjuluk Paris van Java itu pun bersama sekitar 20 ribu pejuang berduyun-duyun menuju pegunungan di bagian selatan.

Seiring dengan pengungsian tersebut, aksi bakar kota dilangsungkan hanya dalam tempo sekitar tujuh jam. Berawal dengan pembakaran Indisch Restaurant di utara Alun-alun Bandung pada pukul 21.00 WIB. Selanjutnya, rakyat dan para pejuang membakar bangunan-bangunan penting mulai dari Ujungberung hingga wilayah Cimahi.

Api pun membumbung tinggi dan berkobar-kobar jelang tengah malam. Kisah Bandung Lautan Api ini pun diabadikan dalam lagu "Halo-Halo Bandung" yang disebut-sebut ciptaan Ismail Marzuki. Adalah  seorang wartawan bernama Atje Bastaman dari Koran Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946 menyaksikan dari bukit Gunung Leutik, sekitar Pameungpeuk, Garut.

Disebutkan pula, dari puncak itulah Atje melihat Bandung memerah mulai dari Cicadas hingga ke Cimindi. Karena itu, begitu ia tiba di Tasikmalaya, Atje dengan penuh semangat segera menuliskan berita tentang peristiwa ini dan memberinya judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun, kurangnya ruang untuk tulisan judulnya membuat ia harus membuat judulnya jadi lebih pendek, yakni menjadi "Bandoeng Laoetan Api".

Peristiwa Bandung Lautan Api dikabarkan tak banyak menimbulkan korban jiwa tapi memiliki arti penting bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Pertama, dua bulan setelah peristiwa Bandung Lautan Api, divisi-divisi di Jawa Barat disatukan menjadi Divisi Siliwangi. Adapun tahun sebelumnya, tepat pada 5 Oktober 1945, Pemerintah RI mengeluarkan maklumat pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR ).

Selaras dengan anjuran tersebut, di Jawa Barat dibentuk Komandemen I TKR yang membawahi tiga divisi. Yakni, Divisi I (Karesidenan Banten dan Bogor dengan markas Komando berkedudukan di Serang), Divisi II (Karesidenan Jakarta dan Cirebon dengan Markas Komando berkedudukan di Linggar Jati) dan Divisi III (Karesidenan Priangan di Bandung).

"Pada tanggal 20 Mei 1946 ketiga divisi tersebut digabungkan menjadi satu dengan nama Divisi Siliwangi dipimpin oleh Kolonel AH Nasution, dan saat itu Markas Komando Divisi berada di Tasikmalaya. Momentum inilah yang dijadikan titik tolak hari jadi Kodam III/Siliwangi," demikian dikutip dari laman resmi Kodam III/Siliwangi.

Selanjutnya, nama Divisi Silwangi berganti menjadi Komando Daerah Militer (Kodam) Siliwangi sejak 1958 hingga sekarang.  Boleh dibilang, sejarah perjuangan Kodam Siliwangi tidak lepas dari peran serta masyarakat Jawa Barat. Tak mengherankan, bila kemudian lahir moto "Siliwangi adalah rakyat Jawa Barat, rakyat Jawa Barat adalah Siliwangi". Moto lainnya adalah "Esa Hilang, Dua Terbilang".

Siliwangi bermakna pula "Silih mewangikan" untuk Silih Asih, Silih Asah dan Silih Asuh. Nama Siliwangi merupakan sosok legenda mitologi yang dikaitkan dengan Prabu Siliwangi yang mahsyur serta piawai mengelola pemerintahan tanah Sunda. (Dikutip dari berbagai sumber/ nesto)

SHARE

KOMENTAR