Aartreya – Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto blak-blakan sampaikan adanya temuan praktik intimidasi aparat terhadap kader-kadernya, yang diprakarsai oleh rezim pemerintahan, sebagai bagian dari kecurangan Pemilu 2024 kali ini.
Dia berujar, intimidasi dan kecurangan pada Pemilu 2024 telah menggempur perolehan suara partai berlambang banteng moncong putih tersebut. Hasto mengungkapkan intimidasi yang dilakukan diduga dilakukan aparat TNI-Polri ini dialami oleh para kader PDI Perjuangan hingga kepala desa. Demikian juga dialami Mantan Gubernur Bali I Wayan Koster yang juga kader PDI Perjuangan turut menjadi korban.
"Dia mendapat intimidasi ketika bergerak untuk memenangkan pasangan calon nomor 03 Ganjar-Mahfud. Tetapi Koster tetap mengkampanyekan Ganjar-Mahfud, yang membuat aparat mencari kesalahan Koster dan melaporkannya (pengaduan masyarakat) ke Polri," tutur Hasto, Minggu (17/3/2024).
Akibat adanya pelaporan kepada Koster, Kapolda Bali pun memanggil Gubernur Bali itu dua pekan sebelum hari pencoblosan. Tak hanya Koster, kader lain yang diintimidasi adalah Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, sejumlah bupati, dan anggota DPR (incumbent).
“Di Nganjuk, Jawa Timur setiap anggota DPR incumbent yang memiliki basis massa kuat turun ke lapangan diawasi oleh tiga oknum TNI, tiga oknum Polri, dan seorang anggota Bawaslu. Ini bentuk intimidasi,” tutur Hasto.
Ia bahkan menyebutkan ada Kepala Desa di Makassar, Sulawesi Selatan, yang mengalami intimidasi berupa kekerasan verbal jika mendukung pasangan selain Nomor Urut 02.
“Masih mau tidur sama istrinya? Kalau masih mau tidur sama istri jangan bantu paslon 01 atau 03 harus bantu 02,” kata Hasto sembari menirukan oknum kepala desa yang diintimidasi.
Masih menurut Hasto, di Sukoharjo, Jawa Tengah, ada kepala desa yang diberi uang Rp 200 juta dan diberi target untuk memenangkan pasangan nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hasto juga menyebut pengerahan aparat hingga para menteri untuk memenangkan Paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Pengerahan dari aparat aparat negara yang seharusnya netral seperti TNI dan Polri, kemudian menteri-menteri yang juga punya kekuatan struktural menteri agama, menteri perdagangan, kemudian menteri BUMN semua diupayakan untuk kegiatan elektoral,” tuntasnya.
Sebelumnya, Hasto menyinggung pelaporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) kepada mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan eks Direktur Utama Bank Jawa Tengah berinisial S. Keduanya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tuduhan gratifikasi.
Sekadar informasi, Hasto menuturkan pada Pemilu 2019, PDI Perjuangan meraih 27.053.961 suara atau 19,33% dari total suara, sementara itu pada Pemilu 2024, perolehan suara menjadi sekitar 17%.
“Sebulan sebelum Pemilu 2024, pada 14 Februari 2024, hasil survei internal PDI Perjuangan menyebut, perolehan suara akan berkisar 21% hingga 24%. Bahkan, di beberapa wilayah melampaui angka itu,” kata Hasto.
Kemudian, lanjutnya, setelah dilakukan telaah di lapangan maka ditemukan bahwa penyebab merosotnya suara tersebut adalah terjadinya kerusakan demokrasi yang diawali ‘abuse of power’ oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Nesto)