Aktivis 98 FPPHR Gusti : Politik Dinasti itu Begal Reformasi, Waspadai Jadi Budaya Kambuhan!

169
Gusti Aweng dan Abdul Latif

Aartreya – Indonesia Emas itu bisa jadi kepanjangan dari Indonesia E Mas Gibran, Indonesia E Mas Kaesang, Indonesia E Mas Bobby atau Indonesia E Mas Jokowi. Sentilan itu disampaikan aktivis 98 Front Pemuda Penegak Hak Rakyat (FPPHR) Gusti Aweng saat buka bersama di Jalan Kapten Yusuf, Cikaret, Kota Bogor, Minggu (17/8/2024).    

“Penyebutan Indonesia Emas itu pada tahun 2045 mendatang. Dimana Indonesia genap berusia 100 tahun alias satu abad. Pada tahun tersebut, ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara adidaya di dunia. Tapi, jika politik dinasti makin subur tentu maknanya akan bergeser,” kata Gusti saat jadi pemateri diskusi ‘Dinasti Politik Begal Demokrasi’.  

Dia menyoroti dinasti politik di keluarga Joko Widodo yang kini disebutnya bak drama pollitik berseri-seri.

“Publik Tanah Air yang saat ini menjadi penonton panggung dagelan politik bisa menilai, seperti Putra Sulung Gibran, menantu Bobby Nasution, hingga adik ipar Anwar Usman yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, ini merupakan bukti yang konkret. Dan, terkini, istri Kaesang Pangarep, Erina Gudono masuk radar Pilkada Sleman 2024. Erina diisukan maju melalui kendaraan Partai Gerindra. Sementara, Kaesang Pangarep masuk dalam bursa calon Wali Kota Solo 2024,” tuturnya.

“Jika politik dinasti ini dilakukan pembiaran bukan tak mungkin akan terlembaga dan dicontoh di banyak daerah. Buntutnya, politik dinasti diberlakukan juga di daerah. Dampaknya, demokrasi dan reformasi terbegal oleh pelaku dinasti  politik,” kecamnya.

Sementara, sejawatnya, Abdul Latif mengiyakan soal bahaya dinasti politik yang nantinya bisa ditiru para politisi daerah karena dianggap sudah ada contoh perilaku atraktif politisi nasional.    

“Adalah betul dinasti politik itu merupakan begal, perampok, penoda atau bahkan sebutannya pemerkosa demokrasi dan reformasi. Diawali Jokowi melakukan dinasti politik, Dimana secara fakta Sejarah, ia bukan merupakan tokoh reformis. Pada 1998, Jokowi tak tercatat sebagai motor reformasi. Ia masih bergiat sebagai pengusaha meuble,” tegas Latif.

Dikatakannya, konstitusi Republik Indonesia ini tidak dibuat untuk melayani kepentingan politik kelompok, keluarga atau elit politik.

“Saat ini, para kaum reformis, para kaum pro demokrasi jadi merasa malu berbicara soal Indonesia yang lebih maju di era reformasi. Karena, fakta empertontonkan kepentingan elit yang membunuh reformasi dan demokrasi dan kembali membawa ke era Orba. Demokrasi sudah dirampok oleh Jokowi dengan politik dinastinya. Dan, bukan tak meungkin cerita politik dinasti ini akan muncul di daerah. Jadi, harus kita lawan politik dinasti,” tuntasnya. (Nesto)  

 

SHARE

KOMENTAR