Sejarah Halal Bi Halal yang Digagas di Era Bung Karno

670
Salat Idul Fitri di masa perjuangan kemerdekaan

Tradisi halal bihalal ternyata hanya ada di Indonesia. Negara-negara Timur Tengah yang identik dengan nuansa Islami ternyata tidak mengenal istilah Halal bihalal.

Dikutiip dari situs resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, penggagas istilah halal bihalal di Indonesia adalah KH. Wahab Chasbullah yang juga merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama.

Awal halal bihalal dimulai setelah Indonesia merdeka tahun 1945. Pada tahun 1948, saat itu, Indonesia tengah dilanda gejolak. Kekacauan pun meluas sampai ke masyarakat daerah. Saat itu, di pertengahan bulan Ramadan, Ir. Soekarno mengundang KH. Wahab Chasbullah ke Istana untuk dimintai pendapat dan saran untuk mengatasi situasi politik di Indonesia.

Kemudian KH. Wahab Chasbullah memberi saran untuk menyelenggarakan silaturrahmi, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri.

“Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain,” kata Soekarno

 “Itu gampang,” Jawab KH. Wahab Chasbullah.

“Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan,” sambungnya.

“Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah halal bi halal,” ucap KH. Wahab Chasbullah.

Dari situlah Bung Karno setiap lebaran selalu mengundang semua tokoh politik untuk datang ke istana. Menghadiri silaturrahmi yang diberi judul ‘Halal bihalal’.

Akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Soekarno bergerak lewat instansi pemerintahan, sementara KH. Wahab Chasbullah menggerakkan warga masyarakat, khusunya pesantren. Jadilah Halal bi Halal sebagai kegiatan rutin dan tradisi di Indonesia saat Idul Fitri hingga saat ini.

Saat ini, Halal bihalal sudah menjadi tradisi dan budaya kearifan lokal dari para pendahulu yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat untuk merekatkan (kembali) tali persaudaraan.

(Dari berbagai sumber/ Eko Octa)

SHARE

KOMENTAR