Jas Merah PDIP, Perjalanan Politik Partai Besutan Megawati (Bagian 1)

2817

Besok, Jumat (10/1/2020) PDI Perjuangan, peringati hari jadinya, bersamaan dengan gelaran Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dimulai Jumat (10/1/2020) sampai Minggu (12/1/2020), di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Terdapat tiga isu utama yang akan jadi pembahasan yakni soal ilmu pengetahuan, industri rempah, dan lingkungan hidup.

Pahit getir perjalanan dalam perjalanan politik, sudah dirasakan partai yang dinahkodai Megawati Soekarnoputri ini sejak sebelumnya bernama PDI --tanpa label 'perjuangan'. Beragam sikap politik dimulai perpecahan di internal, memilih menjadi oposisi saat kalah dalam pertarungan politik, sudah dilalui dan kini menjadi pemenang pemilu. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Begitu yang pernah disampaikan Bung karno, seperti dikutip politisi kawakan yang juga Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor, TB Rafklimukti saat menceritakan sejarah partai berlmbang banteng bulat ini di sekretariatnya, jalan Ahmad Yani II, No 4, tanah sareal, Kota Bogor.   

“PDI Perjuangan, sudah matang mengahadapi ragam peristiwa. Jika sebelumnya pernah sempat diguncang potensi perpecahan saat era kepemimpinan pra Megawati. Kini, semakin solid, dan kokoh,” kata denior partai sekaligus kader ideologis lawas, Kamis (9/1/2020).

Politisi yang pernah jadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bogor sekaligus mantan anggota DPRD Kota Bogor periode 1999-2004 itu melanjutkan, perjalanan ujian politik PDI Perjuangan berawal saat ditekan Orde Baru ingin menyederhanakan partai politik (parpol) melalui proses penggabungan atau fusi dari parpol di masa Orde Lama.

“Ide fusi parpol pertama kali dilontarkan pada 7 Januari 1970. Saat itu Presiden Soeharto memanggil sembilan pimpinan partai politik untuk berkonsultasi secara kolektif. Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik. Akhirnya, lima parpol yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Murba, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) (IPKI) sepakat melebur menjadi satu dengan nama Partai Demokrasi Indonesia (PDI), 10 Januari 1973 yang kemudian diperingati menjadi hari jadi PDI Perjuangan,” tutur Rafli.  

Musyawarah Nnasional (munas) pertama partai berlambang banteng dimulai pada 20 hingga 24 September 1973. Namun, keinginan untuk menggelar Kongres I PDI tak kunjung terlaksana dan terus tertunda akibat konflik internal. Kongres I PDI akhirnya diselenggarakan pada 12 hingga 13 April 1976. Aroma intervensi pemerintah pada kongres itu sangat kuat. Terbukti, Pemerintah memplot

“Selang lima tahun, Kongres II PDI diselenggarakan tepatnya pada 13 hingga 17 Januari 1981. Campur tangan pemerintah juga masih terlihat di kongres tersebut, bahkan semakin kuat. Setelah itu, Kongres III PDI diselenggarakan sebelum Pemilu 1987, tepatnya pada tanggal 15 hingga 18 April 1986. Kongres ini semakin menegaskan sangat tergantungnya PDI pada pemerintah,” kenangnya.

Tapi, sambungnya, Kongres III PDI gagal dan menyerahkan penyusunan pengurus kepada Pemerintah. PDI saat itu memasuki konflik internal terus berlanjut sampai dilaksanakannya Kongres IV PDI di Medan, Sumatera Utara pada 21 hingga 25 Juli 1993.

“Dalam Kongres tersebut muncul beberapa nama calon Ketum DPP PDI antara lain Soerjadi, Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno, dan Tarto Sudiro. Muncul pula nama Ismunandar yang merupakan Wakil Ketua DPD DKI Jakarta. Bahkan, Budi Hardjono juga sebagai kandidat didukung pemerintah. Saat itu posisi Megawati belum bisa tampil mengingat situasi dan kondisi politik masih belum memungkinkan,” ujarnya.

Singkatnya, sambung Rafli, Soerjadi kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketum DPP PDI, karena scenario pemerintah Soeharto saat itu.

“Jelang penyusunan kepengurusan suasana kembali ricuh karena demonstrasi yang dipimpin Jacob Nuwa Wea berhasil menerobos masuk ke arena Kongres. Pemerintah kemudian mengambil alih melalui Mendagri Yogie S. Memed dan mengusulkan membentuk caretaker. Dalam rapat formatur yang dipimpin Latief Pudjosakti Ketua DPD PDI Jatim pada tanggal 25 hingga 27 Agustus 1993 akhirnya diputuskan susunan resmi caretaker DPP PDI,” kisahnya. (Bersambung)

 

SHARE

KOMENTAR