Berlaku Mulai Besok, Pemerintah Larang Mudik Lebaran Antisipasi Lonjakan Covid-19

701
ilustrasi

Pemerintah tetap menerbitkan Surat Edaran Satuan tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah. Larangan mudik Lebaran 2021 bakal berlaku pada tanggal 6 hingga 17 Mei mendatang.

Dikutip dari Kompas.com, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah berkaitan dengan larangan mudik Lebaran 2021.

“Larangan mudik ini kan dikeluarkan pemerintah pusat dalam rangka untuk mencegah penularan Covid-19, jadi perlu keserentakan antara pusat dan daerah," kata Tito dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/5/2021).

Menurut Tito pelarangan mudik, dimaksudkan untuk mengurangi mobilitas masyarakat yang berpotensi pada penularan Covid-19. Oleh karena itu, mantan Kapolri ini meminta masyarakat untuk menahan diri dan bersabar tidak mudik demi menjamin keselamatan diri dan keluarga.

"Repotnya nanti, kalau sudah mudik itu mobilitas tinggi, setelah itu terjadi, virus dibawa dari satu tempat ke tempat lain, menulari, apalagi biasanya ritualnya hari raya itu kan kita datang ke orang tua," ujarnya.

Lalu, apa alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik? Dilansir dari Kompas.com, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan, alasan pertama larangan tersebut tetap diterbitkan adalah kekhawatiran akan meningkatnya mobilitas atau pergerakan penduduk yang bisa berdampak pada meningkatnya jumlah kasus aktif.

Berdasarkan data yang diketahui saat ini, ada keterkaitan antara mobilitas dan peningkatan kasus pada 3 provinsi selama 4 bulan terakhir, yaitu pada periode 1 Januari -12 April 2021. Ketiga provinsi yang dimaksudkan adalah Provinsi Riau dengan mobilitas penduduk sebesar 7 persen meningkatkan kasus aktif mingguan sebesar 71 persen.

Kedua Provinsi Jambi, di mana penduduk mengalami kenaikan mobilitas sebesar 23 persen yang diiringi kenaikan kasus aktif mingguan 14 persen. Sedangkan, untuk wilayah Provinsi Lampung mengalami kenaikan mobilitas penduduk sekitas 33 persen dan diiringi kenaikan jumlah kasus aktif mingguan sebesar 14 persen.

"Ketiga provinsi ini menunjukkan tren peningkatan mobilitas penduduk ke pusat perbelanjaan, yang beriringan dengan tren peningkatan jumlah kasus aktif," kata Wiku melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (3/5/2021).

Tidak hanya itu, Wiku juga mengajak agar seluruh masyarakat belajar dari kejadian periode libur Idul Fitri pada tahun 2020 lalu. Berdasarkan catatan, mudik lebaran tahun 2020 menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 hingga 600 kasus setiap harinya.

Mudik saat pandemi berisiko besar

Diakui Wiku, mudik memang menjadi sarana untuk melepas rindu terhadap keluarga dan kampung halaman. Namun, di tengah situasi pandemi yang masih belum usai dan justru meningkat di beberapa wilayah saat ini, akan meningkatkan risiko yang amat besar baik untuk diri sendiri maupun keluarga yang dikunjungi.

"Lansia mendominasi korban jiwa akibat Covid-19, yaitu sebesar 48 persen. Untuk itu, pemerintah meminta masyarakat urung mudik untuk menjaga diri sendiri dan keluarga kampung halaman dari tertular Covid-19," jelasnya.

Mudik meningkatkan risiko kasus kematian

Dijelaskan Wiku, keputusan peniadaan atau larangan mudik ini diambil pemerintah demi mencegah lonjakan kasus Covid-19. Hal ini perlu dilakukan karena lonjakan kasus kerap terjadi akibat beberapa kali momentum libur panjang, dan jika angka kasus kembali naik, maka jelas akan berdampak langsung terhadap sisa tempat tidur di rumah sakit untuk merawat pasien terinfeksi yang membutuhkan.

"Dan yang paling kita takutkan tentunya adalah naiknya angka kematian," ujarnya.

Mudik berpotensi penularan infeksi Covid-19

Dalam alasan yang keempat ini, Wiku menyoroti dalih sejumlah masyarakat yang tetap mudik dengan alasan sudah melakukan tes skrining sebelum pulang. Namun, ia menegaskan, masyarakat yang sudah memiliki surat hasil tes negatif sekalipun, tidak berarti terbebas dari Covid-19.

Sebab, peluang tertular dalam perjalanan selalu terbuka dan apabila ini terjadi, dapat membahayakan keluarga di kampung halaman. Lihat Foto Calon penumpang menunggu jadwal keberangkatan kereta api di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (3/5/2021). Per 1 Mei 2021, tercatat sudah ada lebih dari 6.000 calon penumpang yang akan diberangkatkan dengan keberangkatan didominasi oleh penumpang ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya Malang dan Surabaya.

Penularan virus tidak mengenal batas teritorial

Seperti yang disampaikan sebelumnya, perjalanan saat mudik berisiko menjadi sarana penularan infeksi Covid-19. Selain itu, seperti yang kita ketahui, penularan virus Covid-19 ini tidak mengenal batasan teritorial atau wilayah. Artinya ancaman penularan infeksi bisa terjadi di manapun dan kapan pun, terhadap siapa pun, baik seluruh daerah di dalam negeri dari sabang sampai merauke maupun wilayah-wilayah di luar negeri.

Saat ini, Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan perkembangan pandemi Covid-19 yang relatif dapat terkendali. Nah, tren baik ini, kata Wiku, masih dapat terjadi jika kita dapat menekan lonjakan kasus aktif baru atau bahkan menurunkan kasus infeksi yang terjadi, dan hal ini membutuhkan kinerja bersama semua lapisan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 5 negara dengan kasus aktif tertinggi yakni Amerika Serikat (6.812.645), India (2.822.513), Brazil (1.099.201), Perancis (995.421) dan Turki (506.899).

(Sumber : Kompas.com)

SHARE

KOMENTAR